Sepanjang tahun ini hujan. Entah apa yang membuat kemarau enggan datang. Pernah datang, tapi tak lama beselang. Mungkin kemarau terluka karena tak pernah dirindukan. Katanya.. hujan.. hujan.. yang dirindukan Kata manusia, ah tidak juga.
Cerita matahari terbenam, hanya ada awan hitam disambut kelam. Sayang, tidak ada satupun bintang. Kata langit, bulan juga enggan datang. Malu, katanya. Kemudian terdengar senandung merdu, ternyata itu sendu dan sedikit pilu. Oh, rupanya kami sedang terbelenggu. Akhirnya berpeluk syahdu malam itu.
Skenario tuhan curang, ya? Peristiwa dalam sekian banyak detik seakan memberi gambaran bahwa hidup manusia memang panggung sandiwara. Mau tidak mampu, manusia hanya diminta untuk ikut berperan. Berusaha sekeras apapun, akhirnya tetap jalan cerita yang menjadi juara. Aku ingin pergi ke sini, akhirnya ke sana. Aku ingin yang itu, dapatnya yang mana. Aku terbang jauh, akhirnya jatuh juga. Lalu ketika aku bersyukur, tapi tidak bisa.
Ini seperti, Enggan di sana, tapi tidak ingin di sini. Enggan bersama, tapi tidak nyaman sendiri. Enggan berdiam diri, tapi lelah jika lari. Enggan tinggal, tapi tidak mau pergi. Entah..
Katanya setiap kata memiliki arti. Kemudian beberapa kata terangkai menjadi kalimat yang memiliki makna. Namun, kenapa beberapa kata yang kurangkai menjadi kalimat bermakna tidak pernah benar-benar bermakna? Pun jika bermakna, tidak pernah sampai dimengerti.