Skip to main content

Mengubur Mimpi

Dari yang aku dengar, menyalahkan orang lain atas ketidakmampuan diri dapat membuat kita merasa jauh lebih baik. Karena tiga perempat hidupku, kuhabiskan untuk menyalahkan diri sendiri, untuk kali ini saja, sekali ini saja, aku ingin melimpahkan semua kesalahan pada orang lain. 

"Nggak usah deh, ngapain? Buang-buang waktu." 

"Buat apa sih ikut kayak gitu?" 

"Udah belajar aja yang bener!"

 "Mau ngapain lagi sih main sama temen?" 

"Jangan main jauh-jauh!" 

"Jangan kesana!" 

"Jangan pulang sore!" 

"Jelek!" 

"Makeupnya tebel banget kayak tante-tante."

"Pake baju kok seksi-seksi kayak orang nggak bener. Mengundang." dan beberapa lainnya, sudah familiar di telingaku, sudah jadi makanan sehari-hari.

Mungkin, mereka nggak pernah sekalipun tahu, nggak pernah satu kalipun mengerti. Aku melakukan sesuatu karena hanya aku mau, karena hanya aku nyaman, karena hanya aku ingin terlihat cantik. Apa ada yang mereka tahu? Apa mereka tahu beberapa mimpiku aku kubur bersama dengan kata-kata yang mereka lontarkan? 

Aku suka musik klasik. Aku ingin belajar main piano. Namun tidak bisa.

Aku suka lukisan. Aku ingin melukis. Namun tidak bisa.

Aku suka bercerita. Aku ingin belajar menulis. Namun tidak bisa.

Aku suka alam. Aku mau pergi mencari udara segar. Namun tidak bisa.

Aku ingin berteman. Namun tidak bisa..

Aku ingin menjalani hidupku. Namun tidak bisa. 

Banyak hal yang ingin aku lakukan, tapi tidak pernah terlaksana. Bukan tidak mau, hanya saja tidak bisa. Bukan karena tidak ada kesempatan, tapi karena memang tidak memungkinkan untuk mengambil kesempatan. Kata orang, banyak cara untuk belajar, banyak cara untuk mulai, banyak cara untuk meraih mimpi. Kenapa tidak dengan aku? Kenapa semua hal yang ingin aku lakukan terasa sulit dan rumit?

Kata-kata dan tindakan disekitarku menjadikan aku tumbuh menjadi anak jelek yang pemalu dengan sedikit teman. Bukan tidak bisa berteman, hanya saja aku punya masalah dengan kepercayaan diri. Aku bahkan beranggapan bahwa aku tidak pantas dan tidak berhak untuk disukai. Aku memang tidak pantas untuk meraih apa yang aku inginkan. 

Menyesalkah mereka? Tentu tidak. 

Sudah cukup aku menyalahkan diriku sendiri atas semua mimpi yang aku kubur, karena setelah aku menengok ke belakang, aku sadar bahwa semua bukan salahku, ada peran orang lain yang merenggut mimpiku, membuat aku merasa ketidakberdayaan, membuat aku merasa tidak berhak, membuat aku merasa bukan menjalani hidupku sendiri. Aku sedang menjalani hidup siapa?

Untuk aku, untuk Rifa..

Jika nanti ada kehidupan kedua, lakukan apa yang ingin kamu lakukan. Kamu berhak menjalani hidupmu, kamu berhak melakukan apapun, kamu berhak untuk mencoba apapun. You deserve to be happy, you deserve a happiness. 


Comments

Popular posts from this blog

Apa Salahnya Menjadi Biasa?

"Emang kenapa kalau hidupku nggak luar biasa?" "Apa salahnya menjadi biasa?" Ketika teman sebaya sudah kesana-kemari dengan kabar bahwa gajinya sudah dua digit, membuka laman sosial media disambut dengan postingan banyak teman yang sudah menikah dan menyiapkan MPASI untuk bayinya, berjabat tangan dengan teman yang sudah mendapatkan pencapaian luar biasa dengan mengisi webinar, lebih jauh lagi ada yang sedang melihat katalog rumah dan membeli rumah, menengok kanan-kiri ada teman yang sedang membicarakan mobil barunya yang berwarna silver, belum lagi ada yang sedang mengikuti kelas dan melanjutkan sekolah, atau postingan teman sebaya mirror selfie dengan lanyard Gucci menggantung di leher dan bersepatu tory burch. Sementara aku, hanya duduk bersebelahan dengan kegagalan. "Kenapa aku nggak bisa kayak gitu ya? Tapi emang apa salahnya kalau nggak kayak gitu? Apa salahnya menjadi biasa?"  Apa salahnya nggak punya gaji dua digit? Apa salahnya belum beli rumah...

Persimpangan Dilema

Dilema.  Setiap manusia pastinya pernah merasakan dilema, karena memang dilema ini mungkin salah satu bumbu kehidupan. Makna dilema di KBBI didefinisikan sebagai situasi sulit yang mengharuskan orang menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menentukan; situasi yang sulit dan membingungkan.  Lalu bagaimana jika kita diselimuti oleh rasa ragu? Bagaimana jika kita diharuskan memilih dari dua pilihan yang sulit? Bagaimana jika kita dihadapkan oleh persimpangan dilema? Apa sekiranya yang akan kita lakukan? Jika kita ada di persimpangan dilema, apa yang akan kita pilih? Terus berjalan, berhenti, atau berbalik arah? Mungkinkah belok kanan atau kiri?  Menurut Goldstein (2007) salah satu alasan pengambilan keputusan manusia dipengaruhi oleh  framing effect. Framing effect  adalah pengambilan keputusan dipengaruhi oleh bagaimana pilihan-pilihan dari penyelesaian masalah tersebut disajikan. Ada dua bentuk dari  framing eff...

Luka Hadir untuk Menyapa

Sedikit kesal melihat tubuh penuh luka, ada yang meninggalkan bekas tanpa rasa sakit, tidak jarang pula meninggalkan bekas dengan rasa sakit. Semakin sering terluka, semakin luka banyak tampak dan berkata "Hai." Ketika luka terlihat, ia seakan membuat aku melompat menuju waktu yang entah kapan, "Ah, ini luka yang aku dapat ketika aku terkena air mendidih" "Ah, ini luka karena tertusuk serbuk kayu."  "Ini luka yang aku dapat karena tersayat sebilah pisau." "Ini luka karena tersundut sebatang rokok."  "Luka ini bikin aku menangis tujuh hari depalan malam." "Luka ini paling sakit, luka karena jatuh dari pohon." Kemudian, aku mengerti, ketika luka mulai mengering hingga membekas, sesekali luka ingin menampakkan diri untuk menyapa. Ia berkata, "Aku luka karena terbakar, jangan bermain api lagi ya." "Aku ini luka yang baru sembuh, jangan sampai kamu jatuh lagi ya." "Ah, ternyata luka yang paling ...