Skip to main content

Ice Cream

aku putuskan untuk melupakan kejadian semalam, pelukan hangat kami di bar itu kuanggap sebagai suatu kesalahan. tidak sebenar-benarnya kesalahan, untuk pria dan wanita usia 30 biasa saja jika berpelukan, kan? walau status kami bersahabat dan sepertinya ini kali pertama kami bersentuhan. ah, apa sebelumnya pernah?


"Ah! Es krim!! Aku mau ya?" Seperti biasa, hal pertama yang aku lakulan ketika aku mengunjungi rumah sahabatku satu ini adalah menggeledah lemari es. "Hari ini panas banget, untung kamu selalu stok es krim." 

"Bawel, itu kan karena lo suka. Lo semua yang habisin stok es krim di kulkas gue." Ujarnya dengan nada yang sedikit terdengar kesal.

Aku sedikit lega karena dia juga bersikap biasa saja. Aku memutuskan untuk berkunjung ke rumahnya karena aku dengar dia demam.

"Kamu udah gapapa? Masih demam? Mau makan apa? Makanya kalau kerja itu tahu waktu dong, jangan paksain diri." tanyaku sedikit khawatir, ya.. dia memang sudah terlihat baik-baik saja, percuma saja aku kesini. "Udah, nonton sini. Bawa eskrimnya." Kami memutuskan untuk menonton serial netflix yang akupun tidak ingat judulnya. Kami duduk bersebelahan di sofa tempat favorite kami.

"Es krimnya..." aku tersadar, aku hanya memakan es krim itu sendiri, kemudian aku menyodorkan es krim itu, "Hehe sorry, gak sadar makan sendiri, abisnya enak, dingin."
"Bukan... di bibir lo." deg. Hatiku berdegub kencang. "Ah..." Mungkin dia tersadar kalimatnya terkesan ambigu, "Ini.. di sini ada es krim, lo belepotan. Kebiasaan." Dia mengusap es krim di bibirku menggunakan jari telunjuknya dengan lembut, deru napasnya bisa kurasakan, jarak kami dekat, terlalu dekat, kukira cukup untuk membuatku diam membatu. Dia menatap mataku dalam diam, penuh arti, tapi aku tidak mengerti.

"Ah, hehe aku kira kamu mau." Kucoba mengatur napas dan mencairkan suasana. "Emang gue mau kok!" ujarnya dengan pelan, hampir tak terdengar. "Gabisa begini, gue mau. Gue gabisa nahan ini lagi..." tanpa sadar wajahnya sudah berada sangat dekat dengan wajahku, aku bisa menghirup aroma mint dari bibirnya, aku terdiam. "Hmm?" hanya kata itu yang terdengar dariku.

"Gak bisa begini," kemudian dia mengambil es krim dan menaruhnya, menarik pinggangku dan cup!
"Mau ini. Ciuman." Bisiknya, tanpa izin dia mengecup bibirku.
Entah apa yang kupikirkan, tapi aku tidak bisa menolak. Aku juga ingin. 

Kami sangat menikmati detik demi detik yang kami lewatkan. Kami menghentikan aksi kami, saling menatap dan tertawa kecil. Dia memelukku erat, "Jangan kemana-mana, aku mau kamu malam ini. Aku ternyata suka kamu." 

Ah, pertahanan kami sebagai sahabat selama 15 tahun runtuh, kami berciuman. Dan pelukan kami di bar semalam benar-benar bukan kesalahan. 

Comments

Popular posts from this blog

Apa Salahnya Menjadi Biasa?

"Emang kenapa kalau hidupku nggak luar biasa?" "Apa salahnya menjadi biasa?" Ketika teman sebaya sudah kesana-kemari dengan kabar bahwa gajinya sudah dua digit, membuka laman sosial media disambut dengan postingan banyak teman yang sudah menikah dan menyiapkan MPASI untuk bayinya, berjabat tangan dengan teman yang sudah mendapatkan pencapaian luar biasa dengan mengisi webinar, lebih jauh lagi ada yang sedang melihat katalog rumah dan membeli rumah, menengok kanan-kiri ada teman yang sedang membicarakan mobil barunya yang berwarna silver, belum lagi ada yang sedang mengikuti kelas dan melanjutkan sekolah, atau postingan teman sebaya mirror selfie dengan lanyard Gucci menggantung di leher dan bersepatu tory burch. Sementara aku, hanya duduk bersebelahan dengan kegagalan. "Kenapa aku nggak bisa kayak gitu ya? Tapi emang apa salahnya kalau nggak kayak gitu? Apa salahnya menjadi biasa?"  Apa salahnya nggak punya gaji dua digit? Apa salahnya belum beli rumah...

Persimpangan Dilema

Dilema.  Setiap manusia pastinya pernah merasakan dilema, karena memang dilema ini mungkin salah satu bumbu kehidupan. Makna dilema di KBBI didefinisikan sebagai situasi sulit yang mengharuskan orang menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menentukan; situasi yang sulit dan membingungkan.  Lalu bagaimana jika kita diselimuti oleh rasa ragu? Bagaimana jika kita diharuskan memilih dari dua pilihan yang sulit? Bagaimana jika kita dihadapkan oleh persimpangan dilema? Apa sekiranya yang akan kita lakukan? Jika kita ada di persimpangan dilema, apa yang akan kita pilih? Terus berjalan, berhenti, atau berbalik arah? Mungkinkah belok kanan atau kiri?  Menurut Goldstein (2007) salah satu alasan pengambilan keputusan manusia dipengaruhi oleh  framing effect. Framing effect  adalah pengambilan keputusan dipengaruhi oleh bagaimana pilihan-pilihan dari penyelesaian masalah tersebut disajikan. Ada dua bentuk dari  framing eff...

Luka Hadir untuk Menyapa

Sedikit kesal melihat tubuh penuh luka, ada yang meninggalkan bekas tanpa rasa sakit, tidak jarang pula meninggalkan bekas dengan rasa sakit. Semakin sering terluka, semakin luka banyak tampak dan berkata "Hai." Ketika luka terlihat, ia seakan membuat aku melompat menuju waktu yang entah kapan, "Ah, ini luka yang aku dapat ketika aku terkena air mendidih" "Ah, ini luka karena tertusuk serbuk kayu."  "Ini luka yang aku dapat karena tersayat sebilah pisau." "Ini luka karena tersundut sebatang rokok."  "Luka ini bikin aku menangis tujuh hari depalan malam." "Luka ini paling sakit, luka karena jatuh dari pohon." Kemudian, aku mengerti, ketika luka mulai mengering hingga membekas, sesekali luka ingin menampakkan diri untuk menyapa. Ia berkata, "Aku luka karena terbakar, jangan bermain api lagi ya." "Aku ini luka yang baru sembuh, jangan sampai kamu jatuh lagi ya." "Ah, ternyata luka yang paling ...