Aku deklarasikan diriku dan selesai..
"Hmm, aku cuma pengen dia tahu kalau aku masih hidup kok! Masih ada disini dan masih suka. Aku cuma pengen bilang kalau dulu, eh nggak sampai sekarang pun aku sukanya beneran!" Kalimat itu masih aku ucapkan sejak tujuh tahun silam.
Selama tujuh tahun, aku masih bertanya, "kenapa dia tiba-tiba hilang ya?" atau "dulu aku kenapa nggak bilang kalau aku senang kalau ada dia?" atau "dulu kenapa ya aku nggak beneran bilang kalau suka." Aku nggak pernah berpikir bahwa dia masih singgah selama ini. Aku masih berharap, suatu saat nanti, jika ada hari di mana dan aku diberi kesempatan untuk satu kali saja, setidaknya sekali saja bertemu lagi. Aku ingin menyampaikan sesuatu yang belum pernah kusampaikan, bertanya tentang tumpukan pertanyaan saat dia tiba-tiba hilang. Sayangnya, kami hanya hampir bertemu dalam beberapa ketidaksengajaan.
Satu malam di hari Sabtu dia datang ke kedai kopi baru salah satu temanku, aku lagi-lagi berusaha mengirimkan sinyal untuk menunjukan bahwa ada aku, masih ada aku. Dengan bantuan, dari rumah aku memberanikan diri pesan seporsi dimsum dan segelas lychee tea, walau aku tahu dia lebih menyukai strawberry smoothies. "Dari Rifa untuk...." Begitulah notes yang aku tulis, berharap nama Rifa masih ada sedikit di ingatannya. Dan setidaknya dia terseyum saat dia membaca notes itu, dia masih ingat aku, entah diingat sebagai apa dan bagaimana. Berhari-hari setelah Sabtu malam itu, aku tidak berhenti mengecek handphone, semenit sekali, berharap dia bertanya apa aku baik-baik saja atau sekadar menyapa dengan titik seperti kali pertama dia menghubungi tujuh tahun yang lalu. Ternyata, tidak ada bahkan satu titik pun. Dia hanya menyampaikan terima kasih lagi-lagi melalui orang lain.
Dia tidak ingin ada aku lagi, atau aku yang memang dari awal tidak ada. Aku dari awal memang tidak pernah hadir di dunianya.
Detik itu pula, dengan bantuan seporsi dimsum, aku menyadari bahwa jawaban dari pertanyaanku adalah.. karena bukan aku orangnya. Aku tidak kurang apa-apa, dia tidak salah, hanya saja bukan aku jawaban yang dia mau. Ternyata dari awal memang bukan aku dan sampai akhir bukan aku. Pertemuan kami yang tidak pernah datang, hanya sebatas hampir, seakan memberi sinyal bahwa kami memang tidak ditakdirkan untuk bertemu lagi. Mungkin memang benar, setiap insan memiliki tanggal kadaluarsa dan waktu dia untukku waktu kami tidak lebih dari seumur jagung.
Hari ini, selamat ulang tahun terakhir dari aku, walau tahun-tahun sebelumnya pun tidak pernah kusampaikan langsung. Dulu, sampai hari ini aku serius pernah jatuh cinta, bukan bercanda. Biar kupastikan satu hal tidak akan ada lagi pertanyaan "Kenapa dia tiba-tiba hilang ya?" karena aku sudah tahu jawabannya, aku tahu dan meyakini bahwa dulu dia juga berusaha, dulu dia juga mencoba. Memilih untuk tetap menyimpan perasaan selama tujuh tahun bukan kesalahan, memilih untuk berharap barangkali suatu saat dia kembali bukan hal yang sia-sia. Aku harap aku juga bukan kesalahan apalagi penyesalan untuk dia. Berbahagialah.. karena detik ini juga kebahagiaanku kembali ada.
Terima kasih sudah pernah hadir dan mencoba. Dan terima kasih sudah memberikan aku warna, walau abu-abu, tapi kalau tak ada abu-abu tidak akan pernah lengkap warnaku.
you're gonna live forever in me.
Comments
Post a Comment