Skip to main content

Si Sulung Penipu Ulung

Terlahir sebagai anak sulung bukan harapan, aku terbiasa untuk terpaksa berpura-pura mengerti apa yang terjadi. Terlahir sebagai anak sulung, bukan sebuah pilihan, aku terbiasa untuk pura-pura tidak kesakitan walau aku memiliki luka. Terlahir sebagai anak sulung, bukan hal istimewa, aku berpura-pura menjadi dewasa bahkan ketika anak kecil dalam diri memberontak. Terlahir sebagai anak sulung bukan keinginan, aku terbiasa untuk mengalah walau aku tidak ingin kalah. 



Sebagai anak sulung, memang aku tidak diberikan tanggung jawab untuk menjaga. Namun, aku tetap merasa bertanggung jawab untuk selalu ada. Merasa bersalah dan menyalahkan diri sudah tiada hentinya aku lakukan, apapun yang kesalahan yang terjadi, mengutuk diri menjadi satu-satunya pilihan. Aku si Sulung terbiasa diam dalam kotak, asing untuk bercerita bahwa terjebak dalam kesulitan. Hal yang tidak asing bagi si Sulung hanya kesepian dan yang mampu dilakukan hanya memberikan dirinya sendiri pelukan. Aku, si Sulung menipu diri ketika aku tidak mampu. Aku menipu diri ketika aku sedih seakan aku bukan makhluk yang berair mata. Aku menipu diri karena aku anak sulung.

Aku banyak menipu diri hingga akhirnya aku menjadi penipu ulung. Aku menipu banyak orang untuk menunjukan bahwa mampu melakukan segala hal walau aku payah, aku menipu mereka dan meyakinkan mereka bahwa aku anak sulung yang selalu tertawa. Aku menipu mereka, aku bahkan tidak pernah sakit jika terjatuh, yang terjadi aku menangis sendirian semalam suntuk. Aku menipu mereka, menunjukan bahwa aku adalah anak baik walau sebenarnya aku tetap sering mengumpat kata yang tidak seharusnya. 
Aku menipu mereka, aku selalu tidak apa-apa walau sebenarnya aku hilang arah entah kemana.

Berpura-pura tenang untuk menipu mereka bahwa sebenarnya kepalaku pecah. Berpura-pura tersenyum lebar untuk menipu mereka bahwa sebenarnya aku banyak terluka. Berpura-pura tidak sakit untuk menipu mereka bahwa sebenarnya semua bagian tubuh hancur lebur. Aku, si sulung penipu ulung, menipu agar mereka yang terluka, tidak lebih terluka, aku menjadi penipu agar mereka bisa merasa lebih baik walau aku sendiri sering kali tidak merasa baik. Aku menjadi penipu untuk menyalahkan diri dan mengutuk diri sendiri agar mereka tidak ada yang merasa bersalah. 

Sebagai si sulung yang memiliki keahlian menipu dengan ulung, aku terbiasa menjadi anak sulung yang penuh kepura-puraan hingga akhirnya aku tidak lagi merasa sedang berpura-pura. Mau bagaimana lagi?

Comments

Popular posts from this blog

Apa Salahnya Menjadi Biasa?

"Emang kenapa kalau hidupku nggak luar biasa?" "Apa salahnya menjadi biasa?" Ketika teman sebaya sudah kesana-kemari dengan kabar bahwa gajinya sudah dua digit, membuka laman sosial media disambut dengan postingan banyak teman yang sudah menikah dan menyiapkan MPASI untuk bayinya, berjabat tangan dengan teman yang sudah mendapatkan pencapaian luar biasa dengan mengisi webinar, lebih jauh lagi ada yang sedang melihat katalog rumah dan membeli rumah, menengok kanan-kiri ada teman yang sedang membicarakan mobil barunya yang berwarna silver, belum lagi ada yang sedang mengikuti kelas dan melanjutkan sekolah, atau postingan teman sebaya mirror selfie dengan lanyard Gucci menggantung di leher dan bersepatu tory burch. Sementara aku, hanya duduk bersebelahan dengan kegagalan. "Kenapa aku nggak bisa kayak gitu ya? Tapi emang apa salahnya kalau nggak kayak gitu? Apa salahnya menjadi biasa?"  Apa salahnya nggak punya gaji dua digit? Apa salahnya belum beli rumah...

Persimpangan Dilema

Dilema.  Setiap manusia pastinya pernah merasakan dilema, karena memang dilema ini mungkin salah satu bumbu kehidupan. Makna dilema di KBBI didefinisikan sebagai situasi sulit yang mengharuskan orang menentukan pilihan antara dua kemungkinan yang sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menentukan; situasi yang sulit dan membingungkan.  Lalu bagaimana jika kita diselimuti oleh rasa ragu? Bagaimana jika kita diharuskan memilih dari dua pilihan yang sulit? Bagaimana jika kita dihadapkan oleh persimpangan dilema? Apa sekiranya yang akan kita lakukan? Jika kita ada di persimpangan dilema, apa yang akan kita pilih? Terus berjalan, berhenti, atau berbalik arah? Mungkinkah belok kanan atau kiri?  Menurut Goldstein (2007) salah satu alasan pengambilan keputusan manusia dipengaruhi oleh  framing effect. Framing effect  adalah pengambilan keputusan dipengaruhi oleh bagaimana pilihan-pilihan dari penyelesaian masalah tersebut disajikan. Ada dua bentuk dari  framing eff...

Luka Hadir untuk Menyapa

Sedikit kesal melihat tubuh penuh luka, ada yang meninggalkan bekas tanpa rasa sakit, tidak jarang pula meninggalkan bekas dengan rasa sakit. Semakin sering terluka, semakin luka banyak tampak dan berkata "Hai." Ketika luka terlihat, ia seakan membuat aku melompat menuju waktu yang entah kapan, "Ah, ini luka yang aku dapat ketika aku terkena air mendidih" "Ah, ini luka karena tertusuk serbuk kayu."  "Ini luka yang aku dapat karena tersayat sebilah pisau." "Ini luka karena tersundut sebatang rokok."  "Luka ini bikin aku menangis tujuh hari depalan malam." "Luka ini paling sakit, luka karena jatuh dari pohon." Kemudian, aku mengerti, ketika luka mulai mengering hingga membekas, sesekali luka ingin menampakkan diri untuk menyapa. Ia berkata, "Aku luka karena terbakar, jangan bermain api lagi ya." "Aku ini luka yang baru sembuh, jangan sampai kamu jatuh lagi ya." "Ah, ternyata luka yang paling ...