Terlahir sebagai anak sulung bukan harapan, aku terbiasa untuk terpaksa berpura-pura mengerti apa yang terjadi. Terlahir sebagai anak sulung, bukan sebuah pilihan, aku terbiasa untuk pura-pura tidak kesakitan walau aku memiliki luka. Terlahir sebagai anak sulung, bukan hal istimewa, aku berpura-pura menjadi dewasa bahkan ketika anak kecil dalam diri memberontak. Terlahir sebagai anak sulung bukan keinginan, aku terbiasa untuk mengalah walau aku tidak ingin kalah.
Sebagai anak sulung, memang aku tidak diberikan tanggung jawab untuk menjaga. Namun, aku tetap merasa bertanggung jawab untuk selalu ada. Merasa bersalah dan menyalahkan diri sudah tiada hentinya aku lakukan, apapun yang kesalahan yang terjadi, mengutuk diri menjadi satu-satunya pilihan. Aku si Sulung terbiasa diam dalam kotak, asing untuk bercerita bahwa terjebak dalam kesulitan. Hal yang tidak asing bagi si Sulung hanya kesepian dan yang mampu dilakukan hanya memberikan dirinya sendiri pelukan. Aku, si Sulung menipu diri ketika aku tidak mampu. Aku menipu diri ketika aku sedih seakan aku bukan makhluk yang berair mata. Aku menipu diri karena aku anak sulung.
Aku banyak menipu diri hingga akhirnya aku menjadi penipu ulung. Aku menipu banyak orang untuk menunjukan bahwa mampu melakukan segala hal walau aku payah, aku menipu mereka dan meyakinkan mereka bahwa aku anak sulung yang selalu tertawa. Aku menipu mereka, aku bahkan tidak pernah sakit jika terjatuh, yang terjadi aku menangis sendirian semalam suntuk. Aku menipu mereka, menunjukan bahwa aku adalah anak baik walau sebenarnya aku tetap sering mengumpat kata yang tidak seharusnya.
Aku menipu mereka, aku selalu tidak apa-apa walau sebenarnya aku hilang arah entah kemana.
Berpura-pura tenang untuk menipu mereka bahwa sebenarnya kepalaku pecah. Berpura-pura tersenyum lebar untuk menipu mereka bahwa sebenarnya aku banyak terluka. Berpura-pura tidak sakit untuk menipu mereka bahwa sebenarnya semua bagian tubuh hancur lebur. Aku, si sulung penipu ulung, menipu agar mereka yang terluka, tidak lebih terluka, aku menjadi penipu agar mereka bisa merasa lebih baik walau aku sendiri sering kali tidak merasa baik. Aku menjadi penipu untuk menyalahkan diri dan mengutuk diri sendiri agar mereka tidak ada yang merasa bersalah.
Sebagai si sulung yang memiliki keahlian menipu dengan ulung, aku terbiasa menjadi anak sulung yang penuh kepura-puraan hingga akhirnya aku tidak lagi merasa sedang berpura-pura. Mau bagaimana lagi?
Comments
Post a Comment